Sekedar mengisi kekosongan liburan ku kali ini...
aku ingin men-sharing sedikit cerita yang pernah kualami bersama dia
(cerita ini cerita dia yg kumodifikasi ulang) *eh he he he
judul ny "Menyanyangi mu dengan Sederhana"
nama tokoh, tempat didalam cerita ini diganti agar tidak menyinggung orang yang bersangkutan.....
ok.... Checkidot....
Menyayangimu dengan
Sederhana
Hujan semakin deras mengguyur Maguwoharjo termasuk
Kampus Vie di Pai City. Vie sungguh
menyesal karena tidak menghiraukan instingnya tadi siang untuk membawa payung.
Matanya bolak-balik tertuju pada jendela kelas, silabus Konstruksi Tes, dan Pak
Eddy yang mengampu mata kuliah tersebut. Untungnya, memorinya masih mampu
merekam sebagian kata-kata sang dosen di sela-sela lamunannya tentang
seseorang. Tak terasa 1 jam
pun telah berlalu dan Pak Eddy mengakhiri pertemuan pertama tersebut.
”Woi! Vie! Ngapain
kamu masih duduk manis di situ? Ayo, cepetan keluar!” Suara Elsa
dengan segera membuyarkan imaginasinya. Vie melihat ke sekelilingnya seperti
orang dengan IQ < 70 lalu bangkit dengan malas. Setelah turun dari lantai 3,
mereka mondar mandir tidak jelas di lorong Psikologi dan akhirnya terdampar di
hall selatan yang telah dipenuhi makhluk yang bernama cowok, pastinya dari Fakultas Teknik. Bunyi tanda SMS masuk dari
HP-nya memecah keasyikan Vie saat tengah mengagumi kampusnya.
Hai, Vie, Kamu lagi apa? Masih
kul ya? Aku lagi servis motor nih. Maaf ya Vie coz aku ga bisa ketemu kamu ari
ni. Sampe ketemu bsk. Love You.
Tentu saja senyum Vie segera keluar dari tempat persembunyiannya. SMS dari
Andre yang gak neko-neko tapi tulus selalu membuat Vie bahagia. Engan gerakan jari
yang terlatih, Vie pun membalas SMS tersebut.
Iya, gak apa-apa. Kan
kemarin kamu juga udah bilang. Lagian saudara-saudara kamu kan jarang-jarang
datang. Wajar aja mamamu mau ngadain makan malam bareng. Lagi nunggu ujan
berenti. CU 2morrow. Kangen nih... Hehehe...
Pikiran Vie pun melayang menuju pertemuan dengan
Andre kira-kira satu setengah bulan yang lalu di Sangkal Putung, Klaten. Saat
itu, mereka sedang menjalani pelatihan sebagai asisten fasilitator PPKM
(Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa). Vie sangat kesal dengan sikap
Andre yang entah kenapa sering meledeknya. Sialnya, Vie jadi sering
memperhatikannya karena Andre mirip dengan seseorang yang belakang diketahui
adalah teman SMA-nya.
Saat Vie berulang tahun, Andre memberinya kejutan
tak terlupakan bertempat di kampus Vie dengan percikan kembang api, ratusan
lilin, dan taburan bunga. Akhirnya, mereka jadian tanggal 18 Januari 2012 yang mereka anggap sebagai tanggal cantik. Teringat pula saat terjadi
kesalapahaman di antara mereka karena Vie lupa memberitahu Andre yang memang
cemburuan ketika ia pergi dengan Deni, teman se-divisi BEMF.
”Kamu marah yah? Kalau kamu
marah, pukul aku saja deh.”
”Enggak. Lagian, ngapain juga aku
mukul kamu. Aku kan cowok baik dan gak bakal bisa mukul cewek.”
”Ya udah... kalau kamu gak bisa mukul cewek. Tapi....maafin cewek bisa kan?”
Mendengar perkataan Vie, otomatis kemarahan Andre luruh dan langsung
memeluk gadis kesayangannya itu. Vie sedang senyum-senyum sendiri saat Elsa
memanggilnya. ”Vie, pulang yuk. Tuh hujannya sudah gak deras lagi,” ajak
Elsa sambil menggamit jemari Vie. ”Oya, istirahat yang banyak yah supaya besok fit waktu pergi. Hehe..
aku kan juga udah gak sabar ketemu
Leon,” canda Elsa saat berpisah di tengah jalan.
***
Suara klakson mobil memanggil Vie keluar dari
kamar kosnya sekitar Pk. 17.00 WIB. ”Halo, sayang,” sapa Andre lembut smabil
mengacak-acak rambut Vie. ”Fiuh, akhirnya ketemu juga Ndre. Hehe...” Mata Vie
beralih pada 2 sosok lainnya yaitu Elsa dan Leon. ”Hai Sa.. Apa kabar Leon?
Lama gak ketemu nih..” Elsa tertawa renyah sementara Leon hanya memandang lama Vie,
lalu mengangguk, dan tersenyum simpul.
”Udah yuk. Kita cepetan cabut. Tapi, kamu gantiin
aku nyetir yah Leon. Kurang enak badan nih. Apalagi cuacanya juga buruk,” ujar Andre yang disambut dengan
anggukan kepala ringan dari Leon. Mereka akan menuju Solo untuk menghadiri
pesta ulang tahun Ruben, sahabat baik Andre, yang ke-21. kebetulan Vie, Elsa,
dan Leon pun mengenalnya.
Perjalanan mereka diiringi oleh lebatnya hujan dan
hembusan angin yang kencang. Namun, tetap diwarnai oleh cerita dan canda tawa.
Sembari mengemudi, sesekali Leon melirik ke bangku belakang lewat kaca spion.
Vie terlihat semakin manis saat ia bercanda dengan pangerannya itu. Andre pun
menanggapi perkataan Vie dengan antusias sambil menyalurkan kemesraannya. Leon
berbisik pada dirinya sendiri, ”Mereka sungguh pasangan yang sempurna. Tujuh
tahun mengenal Vie, belum pernah aku melihat Vie sebahagia itu.”
Semua kenangan bersama Vie, baik suka maupun duka,
berputar cepat di kepalanya. Siapa sangka gadis yang ceria seperti Vie ternyata
memiliki jantung yang lemah sejak lahir? Ia menyayangi Vie dengan sepenuh
hatinya. Apapun yang Vie alami, ia selalu berusaha ada di sampingnya. Ia sadar
bahwa seharusnya ia turut bahagia bila Vie bahagia. Namun, mengapa tiba-tiba ia
merasa ada sesuatu yang menikam hatinya dan meninggalkan celah di sana?
Perih... pedih sekali... Lambat laun, matanya dipenuhi oleh genangan air yang
siap menerobos keluar. Bulir-bulir air mata pun akhirnya jatuh di wajah
tirusnya. Leon melepas tangan kanannya dari stir mobil dan dengan segera
menghapus air mata itu. Matanya kembali di arahkan ke jalan. Saat itulah, leon
melihat truk gandeng dengan lampu redup dan kecepatan tinggi dari arah
berlawanan keluar dari jalur yang semestinya dan meluncur cepat ke jalurnya.
Nafasnya tertahan, matanya membelalak kaget, mulutnya setengah terbuka. Secepat
mungkin ia menginjak pedal rem. Namun, terlambat...
***
Sinar mentari yang menerobos masuk ke ruangan
membuat Vie membuka matanya perlahan-lahan. Tubuhnya terasa lemas dan kepalanya
pusing. Vie melihat ke sekelilingnya. Putih.. semua berwarna putih.. Setelah
beberapa saat ia baru sadar bahwa ia berada di Rumah Sakit. ”Vie! Kamu sudah
sadar? Puji Tuhan!” ucap seseorang yang suaranya terdengar tidak asing lagi di
telinganya. ”Elsa?” tanya Vie. ”Iya, Vie. Ya ampun, akhirnya kamu sadar juga! Aku
takut kehilangan kamu!” tangis Elsa sambi memeluk Vie erat. ”Memang aku kenapa
Sa?” ujar Vie pelan. ”Kita kan kecelakaan mobil 1 minggu lalu. Kondisi kamu
kritis dan mengalami koma. Kondisiku paling baik di antara kalian. Jadi, paling
cepat pulih,” tutur Elsa sedih.
Lambat laun Vie pun dapat mengingat hari dimana ia
akan mengahadiri pesta ulang tahun Ruben di Solo bersama Andre, Elsa, dan Leon.
Tiba-tiba, kepanikan menyerangnya dan pikiran buruk segera menghantuinya.
”Sa! Di mana yang lain? Di mana
Andre? Leon? Tolong antar aku menemui mereka,” rintih Vie sambil berusaha
bangkit dari tempat tidur. ”Vie, kamu masih sangat lemah. Kamu belum boleh
bangkit dari ranjang. Aku janji besok kamu akan melihat mereka. Gak usah mikir macem-macem dulu.
Sekarang, istirahat yah...”
***
Keesokan paginya, semangat Vie semakin besar
karena sudah tidak sabar untuk melihat Andre dan Leon. Ia pun telah merasa
cukup segar meskipun sejak kemarin ia selalu merasa gelisah apalagi bila
teringat akan Andre. ”Sa, ayo lihat Andre sekarang..” Elsa hanya mengangguk
lemah. Vie sempat merasa heran akan perubahan pada diri Elsa yang hari itu
terlihat suram. Tapi, ia tidak berpikir lebih lanjut mengenainya. Dengan kursi
roda, Vie pun diantar ke kamar
kekasihnya itu. Kebahagiaan Vie seakan memuncak saat meihat Andre baik-baik
saja meskipun terbaring lemah di ranjang. Mata mereka bertemu seolah
mengungkapkan kelegaan luar biasa. Andre menarik tangan Vie dan menciumnya
lembut. Tak perlu kata-kata lagi.
”Sa, aku sangat bahagia karena Tuhan masih
memberiku kesempatan untuk hidup sehingga aku masih bisa lihat keadaan Andre
baik-baik saja,” ucap Vie yang kembali disambut dengan anggukan lemah dari
Elsa.
”Vie, kembali ke kamar sekarang yuk,” ujar Elsa pelan. ”Loh? Kan
aku belum lihat Leon. Abis lihat Leon, baru kembali ke kamar. Sekarang kita
ke kamar Leon yah..” pinta Vie. Ia sudah tidak sabar melihat orang yang
selama ini menjadi ’malaikat pelindung’nya. Elsa diam saja dan tidak segera
mendorong kursi roda Vie menuju kamar Leon. ”Ada apa Sa?” tanya Vie bingung.
”Leon gak ada di kamarnya. Udah yah, mending kita balik ke
kamarmu,” jawab Elsa dengan suara agak gemetar. Detik itu, Vie merasa ada
sesuatu yang tidak beres, sangat tidak beres. ”Sa! Jawab Aku, Sa! Ada apa
sebenarnya?” Elsa meremas
lembut bahu Vie. ”Vie kamu harus kuat menerima semua ini. Leon telah dipanggil Allah Bapamalam tadi,” tutur
Elsa sambil meneteskan air mata. Mata Vie membelalak ketakutan dan air matanya
seakan siap membanjir keluar. ”Apa...?!? Tidak mungkin! Tidak mungkin!
Tidaaakkk! Aku tidak percaya! Elsa bohong! Bohonggg!” teriak Vie histeris. Vie
menangis sejadi-jadinya dan merasa sangat marah. Ia tidak percaya kalau Leon
telah meninggal. ’Malaikat pelindgung’nya itu telah pergi. Kali ini untuk
selamanya...
”Kamu harus menerima semua ini dengan lapang dada,
Vie. Seperti yang aku coba lakukan,” ujar Elsa. ”Tolong ceritakan semuanya
Sa..,” pinta Vie. ”Kondisi Leon paling kritis dibanding kita semua. Posisi duduk kita yang menentukan
keselamatan kita. Leon berada di kursi pengemudi sedangkan kita di kursi
penumpang. Leon sempat sadar dan menanyakan kita semua terutama kamu. Namun,
setelah itu kondisinya kembali kritis sampai tadi malam dan akhirnya ia
dipanggil oleh Allah Bapa. Dokter belum mengizinkan kamu menjenguknya kemarin
karena bila mengetahui kondisi Leon, kondisi kamu terancam drop apalagi
jantungmu lemah,” tutur Elsa panjang lebar. Vie tidak tahu harus berkata dan bertindak apa.
Pikirannya seakan kosong. Ia masih tidak percaya . mengapa semua ini harus
terjadi? Leon yang selalu ada untuknya, tiap ulang tahunnya, kenaikan kelas, lulus
SMA, masuk kuliah, putus dengan pacar pertamanya, ribut dengan orang tua dan
teman-teman, bahkan saat ia jadian dengan Andre... Ucapan
Leon
yang paling diingatnya yaitu I will
protect you…always…
***
“Selamat! Operasinya berjalan lancer,” ucap Dokter
pada keluarga dan teman-teman dekat Vie, termasuk Andre dan Elsa, lalu
mempersilahkan mereka masuk ke kamar Vie. Mereka menghujani Vie dengan pelukan
dan ucapan selamat. Vie akhirnya mau melakukan transplantasi jantung setelah
di’komporin’ oleh semua pihak terutama Elsa. Ia teringat ucapan Elsa, ”Vie,
dengan transplantasi jantung, kamu bisa lebih kuat dan melakukan banyak hal! Lagian, jantung sehat yang cocok dengan
kamu udah ada.” Vie memang merasa
nyaman dan dekat dengan jantung barunya. ”Sa, boleh aku tahu siapa yang
mendonorkan jantungnya padaku?” pinta Vie. Raut muka Elsa berubah menjadi
sedih. Tapi, sedetik kemudian
ia tersenyum sangat tulus lalu berkata, ”Vie, ini buat kamu...” Kemudian, Vie
membuka gulungan kertas itu dan membacanya.
Kuingin menyayangimu dengan sederhana
Seperti lilin yang memberi dirinya
Untuk terbakar sampai habis...
Leon
Kata-kata tulus tersebut telah menjawab semua
pertanyaan di benak Vie. Ia hanya dapat menutup mulutnya dengan tangan dan
menangis penuh haru. Kira-kira dua minggu telah lewat sejak kebersamaan mereka
untuk yang terakhir kalinya. Mata Vie bergerak mencari kalender. Hari itu
tanggal 14 Februari 2012
Hari dimana bunga, cokelat, ataupun boneka tidak lagi berarti banyak. Vie
seakan memperoleh seluruh hidup seseorang yang sekarang telah melebur menjadi
satu kesatuan dengan dirinya. Vie lalu menyentuh dadanya dan berbisik, ”Happy Valentine, Leon...”
Makna cinta yang
sesungguhnya :
Cinta bukanlah soal selera
dan rasa
Tapi...
Bagaimana membuat dirimu
benar-benar bermakna
Oleh : Vincentius Thio Ngesti